AlDakwah.org --- Akhlak adalah budi pekerti atau kelakuan, ada yang baik dan ada yang tidak. Islam sangat menjunjung akhlak yang mulia dan banyak disebutkan dalam Al-Qur'an dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Banyak sekali dalil yang berhubungan dengan keutamaan akhlak yang mulia, di antaranya:
1. Akhlak karimah merupakan suatu amalan yang memiliki bobot timbangan kebajikan yang sangat berat di hari kiamat kelak, sebagaimana hadits Nabi SAW:
Dari Abu Darda` dari Nabi SAW bersabda "Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (kebajikan pada hari Kiamat) dari amalan husnul khuluq (akhlak yang baik). (H.R. Abu Daud 4799 dan Tirmizi 2002-Hadits hasan shahih).
Sebagaimana kita ketahui bahwa hidup di dunia hanya sebentar, karena itu untuk mensiasati umur yang pendek ini sehingga kita memiliki bobot timbangan kebajikan yang sangat berat di hari Kiamat kelak, maka kita harus berusaha seoptimal mungkin untuk mewujudkan akhlak karimah ini ke dalam diri kita.
2. Dan amalan ini pula yang terhitung paling banyak memasukkan manusia ke Surga. Dalam suatu hadits:
Dari abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang (amalan apa) yang banyak memasukkan manusia ke dalam Surga, maka beliau menjawab : "Takwa kepada Allah dan husnul khuluq (berprilaku baik), dan beliau juga ditanya mengenai (hal apa) yang banyak memasukkan manusia ke dalam Neraka, maka beliau menjawab "Mulut dan kemaluan". (H.R. At-Tirmidzi 2004 dan Ibnu Majah 4246 dan Tirmidzi mengatakan hadits hasan gharib).
Urgensi Akhlak dalam Islam
Islam menempatkan akhlak dalam posisi yang sangat signifikan yang harus dipegang teguh para pemeluknya, sampai-sampai perilaku yang baik (akhlak karimah) menjadi tolak ukur bagi kualitas kebaikan seseorang. Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seorang sahabat yang bernama An-Nawwas r.a. :
Dari Anwwas bin Sim`an Al-Anshari berkata; Saya bertanya kepda Rasulullah SAW mengenai (apa itu) kebajikan dan dosa, maka beliau menjawab : "Al Bir (kebajikan (itu adalah) husnul khuluq (perilaku yang baik) dan dosa (itu adalah) setiap yang meragukan dalam hatimu dan kamu benci (apabila) orang lain mengetahuinya.(HR: Muslim 2553. Tirmidzi 2389 dan Ad-Darimi 2789).
Seorang tidak dikatakan cinta kepada kebaikan sebelum ia mewarnai dirinya dengan perilaku yang baik, karena husnul khuluq -sebagaimana yang
dijelaskan dalam hadits diatas- merupakan cerminan lahiriah yang harus melekat dari seseorang yang mengaku cinta kepada kebajikan.
Bahkan, perilaku yang baik (husnul khuluq) ini merupakan barometer (ukuran) dari keimanan seseorang. Dengan kata lain keimanan seseorang dapat dinilai dari kualitas akhlak yang bersangkutan. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Bersabda Rasulullah SAW : "Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang terbaik diantara kalian adalah yang paling baik (interaksinya) akhlaknya terhadap wanita (istri)nya." (HR:Tirmidzi 1162 dan Ahmad 7396).
Artinya keimanan seseorang belum bisa dikatakan tepat, sempurna dan sampai kepada sasaran apabila yang bersangkutan belum mewarnai dirinya dengan perilaku-perilaku yang baik (akhlaqul karimah). Dan konsistensi akhlak seseorang dapat dilihat dalam interaksinya di tengah-tengah keluarganya, karena bisa jadi ia dipandang baik oleh masyarakat sekitarnya, tetapi ia arogan terhadap anak dan istri (keluarga)nya.
Ajaran Islam dalam seluruh aspeknya selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia (akhlakul karimah). Karena memang misi asasi dari diutusnya Nabi Muhammad SAW kepada umat manusia dengan ajarannya yaitu Islam, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Bersabda Rasulullah SAW :
"Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak mulia".(Ahmad 8938).